Total Tayangan Halaman

Kamis, 10 Februari 2011

Indonesiaku

     "..Kulihat ibu pertiwi. Sedang bersusah hati. Air matamu berlinang. Mas intanmu terkenang..". Itulah sepenggal lirik lagu "Ibu Pertiwi" layaknya sangat tepat menggambarkan keadaan negri tercinta kita ini, Indonesia. Negri yang dulu terkenal dengan adat budaya masyarakatnya Ramah tamah, kini berubah menjadi negri dengan budaya mudah marah. Tidak ada lagi senyum sapa, gotong-royong dan tenggang rasa seperti yang selalu diajarkan dalam setiap pendidikan dasar Kewarganegaraan (PKN). Negri ini ibarat sebuah rumah pesakitan. Begitu besar dan megah jika tampak dari luar, namun didalamnya hanya ada orang-orang yang penuh kesedihan, penderitaan, dan terkadang bernasib mengenaskan. Suatu keadaan yang lebih berpihak pada sebuah jabatan, wewenang dan materi.
     Indonesiaku.. Indonesiaku.. Dimana ragamu kini dipijak, Jiwamu tak lagi dijunjung.
     Darah dan pengorbanan setiap pendahulu kita, tak lagi dipandang. Persatuan yang menjadi kekuatan akar berdirinya negri ini, tak lagi dijadikan pedoman. Yang ada kini hanya agama, etnis, suku, dan latar belakang yang berbicara. Bukan lagi saudara satu negri, namun hanya ada saudara satu agama, satu suku, satu etnis dan satu latar belakang.
     Betapa menyedihkannya negri ini, hingga harus dikontrol oleh negara lain. Selemah itukah negri ini? hingga tidak dapat berdiri sendiri, terlepas dari campur tangan negara-negara zionis? Dimana rauman negri ini yang dulu bak ibarat macan asia? Mengapa kini hanya menjadi sebuah negri yang menyedihkan? Negri ibarat seonggok bangkai, yang menjadi rebutan para negara pemangsa untuk memenuhi kebutuhan perut setiap negara pemangsanya.
     Haruskah kita merasa terancam terlebih dahulu? baru dapat bersatu. Hewan kecil seperti semut pun, lebih baik dibanding moral orang-orang negri ini. Semut selalu bersatu, tanpa harus menunggu sebuah ancaman. Padahal kita tau, manusia memiliki derajat lebih tinggi dari  makhluk Tuhan lainnya karena kita berakal. Tapi kenyataannya, kita dikalahkan oleh sekelompok kecil semut.
     Andai saja negri ini berkenan untuk selalu bersatu tanpa harus menunggu ancaman, alangkah indah kehidupan yang akan terjalani. Kesejahteraan akan senantiasa datang dan Kemakmuran akan lebih cepat terwujud. Karena pada hakikatnya, persatuan sekecil apapun akan menghasilkan hal yang luar biasa. Terbukti dari Ajang Piala AFF 2010 dan Kisruh masalah News7Wonder.
     Bangkitlah Indonesiaku... Indonesiaku...

Selasa, 08 Februari 2011

Luka



Kesedihan di wajah gadis itu membuat Ara melupakan segala egonya. Ara, sapaan lelaki itu, begitu sakit ketika melihat gadis yang dia cintai meneteskan air mata karena kebodohannya dan keegoisan dirinya membiarkan gadis itu bersama Rudi, kakak tiri Ara.
“Maafin gue Kyn,!! kalo aja dulu gue gak mentingin ego gue,,, gue tau, gue ini emang pecundang!”, sesal Ara mendekap erat gadis itu. Hatinya begitu sesak saat mengucapkan kalimat itu, karena dia sadar penyesalannya takkan membuat gadis itu terlepas dari rasa sakit yang sudah ditorehkan oleh Rudi. “Gue pikir dengan loe bersama Rudi, loe akan lebih bahagia!”, Ara melepaskan pelukannya, dan memandang gadis yang ada dihadapannya saat ini dengan memegang kedua pundak gadis itu. Tatapan itu begitu dalam, hangat dan memancarkan jelas kesedihan.
Paakk.
Tamparan itu begitu keras membuat Ara tersadar, bahwa penyesalannya terlambat. Saat ini gadis itu begitu terluka dan tersakiti karena sebuah pengkhianatan yang dilakukan oleh Rudi dan sahabatnya. Ara pun hanya bisa terdiam membisu saat melihat gadis itu pergi meninggalkan dirinya  bersama rasa penyesalannya. Deras hujan yang turun membasahi bumi, seolah mengiringi kepergian Kyna dari sisi Ara. Samar terdengar langkah Kyna menjauh, memudar tanpa jejak dan menghilang.
***
Air mata itu menetes tanpa bisa tertahan lagi, saat gadis itu melihat tunangannya bersama Viona, sahabatnya sendiri, bermesraan.
Peristiwa menyakitkan itu terasa begitu jelas dalam benaknya, “Rudi,,, viona,,,”, sapa gadis itu tidak percaya. Dia pun berlari meninggalkan ruang tamu tempat tinggal tunangannya. Saat menuruni tangga, langkahnya terhenti. Dari balik punggung, dia mendengar tunangannya memanggil namanya.
“Kyna,,,”
Kyna, nama gadis cantik itu. “Kenapa rud? kenapa kamu tega khianatin cinta aku,,,”, Tanya Kyna dengan bulir-bulir air mata yang menetes di pipi gadis itu diiringi suara tangisnya yang pecah tak tertahan lagi. “Dan kamu,,,”, Kyna memandang kepada seorang gadis yang berdiri di depan pintu dengan rasa kecewa dan sedih, “kamu, udah aku anggep sahabat aku. Kenapa kamu lakuin ini ke aku, vi? Apa salah aku ke kamu? Kamu tau, aku begitu mencintai Rudi,,,”, tangisnya kini semakin pecah. Hati Kyna begitu hancur melihat semua kenyataan ini. Tunangan dan sahabatnya sendiri, mengkhianati kepercayaannya. Sejenak Kyna berharap, ini semua hanya mimpi. Setidaknya dia mengharapkan ini adalah sebuah kesalahpahaman antara dia, Rudi dan Viona. Kyna menunggu penyanggahan dari sahabat dan tunangannya akan kejadian ini. Namun itu semua hanya sebuah harapan Kyna yang ada di fikirannya.
“Cukup,,,”, bentak lelaki yang ada di hadapan Kyna. “Kamu denger,,, aku udah muak dengan semua sikap kamu! Kamu tanya, kenapa aku lakuin ini semua? jawabannya, karena aku gak pernah cinta kamu. Slama ini aku berpura-pura mencintai kamu, hanya untuk membuat Ara terluka”.
Mendengar nama Ara disebut dalam pertengkaran ini, Kyna pun bingung. Dia tidak mengerti, kenapa seorang kakak yang seharusnya slalu ingin melihat adiknya bahagia justru menginginkan agar adiknya terluka?. Terlebih lagi, selama ini Kyna berpikir bahwa Rudi merupakan sesosok kakak yang sangat menyayangi Ara. Meskipun diantara mereka tidak ada ikatan darah layaknya hubungan persaudaraan pada umunya.
Saat ini Kyna berada dalam kebimbangan, matanya nanar dan berbias kesedihan. Dalam hati dan fikirannya, dia tidak mengerti dengan semua yang terjadi. “Ara? apa maksud kamu ingin membuat Ara terluka? Kenapa?”, tanya Kyna dengan seribu kebimbangan berkecamuk dalam dadanya. Kyna benar-benar tidak mengerti, kenapa Rudi menyangka Ara mencintai dirinya?. Kalaupun memang itu kenyataannya, kenapa Ara tidak pernah jujur tentang perasaannya pada Kyna. Ara, selama ini Kyna memang merasa dia begitu baik dan peduli tethadap Kyna. Tetapi tidak sedikitpun terbeesit dalam fikiran Kyna, semua kebaikan Ara itu didasari rasa cinta. Kyna pun tidak bisa berfikir lebih jauh lagi mengenai perasaan Ara pada dirinya karena saat ini yang terpenting adalah pengkhianatan kedua orang terdekat Kyna yang sekarang berdiri di depannya.
“Karena aku sangat membenci dia. Dan untuk itu aku manfaatkan kamu untuk membuatnya terluka, karena aku tau Ara sangat mencintai kamu. Sekarang aku rasa aku sudah puas dapat melihatnya terluka. Untuk itu, aku ingin kita putus! Aku muak harus terus bersikap seolah-olah aku mencintamu,,,”, jelas Rudi penuh kepuasan, tak sedikit pun terlihat rasa penyesalan dari diri lelaki itu.
Paakk.
Tamparan Kyna itu mendarat persis di pipi kiri Rudi, “Brengsek!”.
Tanpa satu patah kata pun, Kyna segera berlari dari tempatnya sekarang berdiri. Dia sadar, jika dia semakin lama bertahan di tempat itu maka dia akan semakin terluka. Dia berlari dalam hujan dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. Rintik hujan itu menyamarkan airmata Kyna, dan  membuat kulit wajah putih gadis itu pucat.
Kyna tak sadar, dibalik langkahnya ada seseorang yang mengikuti dirinya. Seseorang yang begitu terluka dan tersakiti seperti halnya Kyna. Bahkan mungkin lebih sakit dari perasaan yang Kyna rasakan.  Seseorang yang selama ini mencintai Kyna begitu tulus, tanpa syarat apapun. Seseorang yang selalu peduli akan keadaan Kyna, yang selalu setia menanti Kyna.
Langkah Kyna terhenti di suatu hamparan bukit yang begitu luas. Tak ada siapa pun yang akan  melihat Kyna menangis, pikirnya. Kyna pun menangis, saat ini hanya itu yang bisa Kyna lakukan untuk melepaskan semua amarah dan rasa sakitnya. Tangis itupun tenggelam oleh suara deru angin dan tetesan air yang jatuh menetes ke tanah.
“Kyn,,,”, suara parau itu berasal dari balik punggung Kyna. Suaranya terdengar begitu rendah dan tersirat keraguan dalam memanggil nama Kyna. Dalam suara parau itu, tersirat jelas rasa sakit yang begitu dalam seperti Kyna rasakan.
Saat Kyna berbalik, betapa terkejutnya dia, “Ara?”
***

Pukul 08.00 WIB
Aduh, mati gue! telat ujian. Kyna berlari tanpa berhenti menggerutu.
Brug
Kyna terjatuh karena menabrak seseorang. “Aduh mas, maaf bgt ya?! Saya lagi buru-buru soalnya. Sekali lagi saya minta maaf,,,”, ucap Kyna setelah melihat siapa orang yang dia tabrak. Dia pun segera meninggalkan orang itu, dan kembali berlari menuju ruang ujian.
Akhirnya saya temukan kamu, Schyna Auvallia Sarasapa. Orang itu tersenyum bahagia dan berjalan keluar.
***

“Kyn,,,”
“Kenapa Zee?”
“Loe dicariin tuh ma orang. Orangnya di kantin sekarang”.
“Dicariin siapa?”, belum beres Kyna bertanya, gadis yang bernama Zee sudah berlari meninggalkan dirinya.
Kyna melangkah ke kantin kampusnya. Sebenarnya gadis ini merasa enggan, hanya saja dia merasa tidak enak jika tidak menemui orang yang mencari dirinya. Kyna begitu kebingungan saat sudah berada di kantin, bagaimana dia tahu tentang orang yang mencarinya?. Kyna sendiri tidak tahu nama orang dan wajah orang itu. Zee, sahabat Kyna yang mengetahui orang itu sekarang entah kemana.
“Kyna”, panggil seorang lelaki yang berdiri di pojok kantin. Lelaki itu melambaikan tangannya ke arah Kyna, seakan-akan memberi isyarat agar Kyna menghampirinya.
Dengan langkah ragu, Kyna pun menghampiri lelaki itu. Setelah berdiri dekat dengan lelaki yang memanggilnya tadi, Kyna berusaha mengamati lelaki itu. Kyna merasa, dia baru bertemu dengan lelaki itu. Namun, entah mengapa ada perasaan bahwa Kyna sudah pernah mengenalnya. Terlebih lagi cara lelaki itu menatap Kyna begitu hangat, seakan mengingatkan Kyna kepada seseorang yang begitu dia cintai. Ara?!.
Lelaki itu pun kini duduk kembali di tempatnya tadi sebelum Kyna datang, “silahkan duduk”, lelaki itu mencoba memecahkan lamunan Kyna dengan cara mempersilahkan Kyna duduk.
“oh iya,,, terima kasih”, Jawab Kyna terbata. Kyna masih saja menatap lelaki itu, dia berusaha mengingat sesuatu akan lelaki yang ada di hadapannya. Namun hasilnya tetap saja tidak berhasil, tidak ada satu ingatan pun tentang lelaki di hadapannya kecuali bagaimana dia menabrak lelaki itu tadi pagi.
Seakan mengetahui apa yang sedang dipikirkan Kyna, lelaki itu pun berusaha mengenalkan dirinya, “Sebelumnya saya minta maaf akan kejadian tadi pagi. Saya benar-benar tidak sengaja”. Lelaki itu pun melanjutkan perkataanya, “perkenalkan, nama saya Reyga”, lelaki itu pun mengulurkan tangannya hendak mengajak berjabat tangan dengan Kyna.
“Kyna”, dengan senyum yang begitu tulus, Kyna menerima uluran tangan lelaki yang bernama Reyga untuk berjabat tangan.
“Begini, maksud saya meminta kamu untuk kemari adalah ingin mengembalikan dompet kamu yang terjatuh tadi saat kita tabrakan”. Reyga memberikan sebuah dompet hitam kepada Kyna, “ini dompet kamu kan?”, tanya Reyga berusaha memastikan.
“Iya”, Kyna menjawabnya setelah sebelumnya dia melihat kembali ke dalam tasnya. Dan benar saja dompet gadis itu sudah tidak ada. “makasih ya!”, ungkap Kyna.
“Sama-sama”, lelaki itu membalas senyum Kyna dan berusaha mengingatkan Kyna, “Gak mau diperiksa lagi isinya? siapa tau ada yang hilang?”.
“Gak usah lah! saya percaya kok”, tolak Kyna terhadap tawaran lelaki itu.
Setelah berbincang-bincang sekilas, Kyna pun pamitan untuk pulang, “Udah jam 3, saya harus pulang! Sekali lagi terima kasih”.
“Bagaimana kalo saya antar kamu pulang?”, Reyga berusaha menawarkan jasa untuk mengantar Kyna pulang, “Kebetulan rumah kita kan satu arah. Gimana?”.
“Hah?!”, Kyna tidak mampu menyembunyikan ekspresi keterkejutannya mendengar tawaran lelaki yang ada dihadapannya.”Darimana kamu tau kalo kita satu arah?”.
Lelaki itu pun terkejut, seolah-olah baru saja dia mengucapkan kalimat yang tidak seharusnya dia ucapkan. Reyga berpikir keras untuk mencari jawaban yang tepat agar Kyna tidak curiga. ”Maaf! tadi saat saya menenemukan dompet kamu, saya sempat melihat alamat rumah kamu!”. Yes!, dengan alasan ini Kyna pasti gak akan curiga. Reyga merasa sedikit lega, karena kali ini kecerobohannya tidak sampai membuat rencana yang telah lama dia susun menjadi berantakan.
“Tapi apa gak ngerepotin kamu nanti?”, Kyna berusaha mencari alasan agar dapat menolak tawaran lelaki di hadapannya itu yang berniat untuk mengantarnya pulang. Bagaimana pun Kyna belum sepenuhnya percaya terhadap Reyga terlebih lagi lelaki ini baru Kyna kenal beberapa menit yang lalu. Meskipun hati kecilnya merasa seakan sudah mengenal Reyga.
“Ya gak lah! arah rumah saya kan setelah rumah kamu. Jadi apa ngerepotinnya?”, Reyga berusaha mematahkan alasan Kyna untuk menolak tawarannya pulang bareng. Dari awal, Reyga memang sudah berniat untuk bisa mengenal gadis ini lebih dekat lagi untuk permulaan dengan cara pulang bareng. Dia pun rela melakukan segalanya demi mencapai niatnya itu.
Kyna menyerah juga, dengan keraguan-raguan dia memutuskan, “Ya udah, saya mau. Sekali lagi terima kasih ya”. Kyna memang gadis yang sangat baik. Saking baiknya, gadis ini memiliki kelemahan untuk mengatakan kata tidak atau sekedar menolak dengan cara halus terhadap orang-orang yang memohon padanya.
***

Kring kring kring
Reyga
memanggil
“Halo Rey,,,”
“Hai Kyn, apa kabar?”
“Baik. Ada apa ni?”
“Gak ada apa-apa. Cuma mau tanya, besok kamu ada acara gak? Kalo gak ada acara, gimana kalo besok kamu temenin aku ke resepsi saudara aku? mau ya? Abis aku bingung, mau bawa siapa. Kalo gak bawa partner, gak boleh dateng”.
“Hah? koq aku sih? Kenapa gak yang lain aja?”
“Gak ada yang bisa aku ajak. Kamu kan tau, temen aku di Jakarta itu sedikit. Kamu gak mau ya? Atau udah ada acara?”
“Bukannya aku gak mau, aku cuma gak begitu nyaman kalo di acara rame-rame kayak gitu. Makanya aku takutnya nanti ngecewain kamu kalo aku ikut”.
“Ya gak lah! Aku juga gak kan lama koq, aku datang juga sebenernya cuma karena itu acara saudara aku. Mau ya?”
“Hmm,,, gimana ya? Tapi beneran gak lamakan? Kalo kamu janji ke aku gak lama, aku mau...”
“Aku janji. Besok aku jemput di rumah kamu”.
“Ya udah aku terima ajakan kamu. Sampai ketemu besok ya!Bye,,,”
“Bye”
Tut tut tut
Pembicaraan dua arah itu pun berakhir. Sejak hari dimana mereka pertama bertemu dan berkenalan, Kyna semakin dekat dengan Reyga. Dan entah mengapa jauh dalam hati Kyna, dia merasakan bahagia setiap dekat dengan Reyga. Kebahagiaan yang selama ini sudah lama tidak dia rasakan sejak menghilangnya Ara, lelaki yang paling dicintai Kyna.
Ara. Dimana dia sekarang? Kenapa dia meninggalkan aku tanpa kepastian apapun. Marahkah dia padaku? atau Bencikah? Aku merindukannya, Tuhan. Kyna menatap foto itu dengan tetesan air mata. Kyna teringat peristiwa dua tahun yang lalu, peristiwa dimana dia begitu terpuruk karena sebuah pengkhianatan dan kehilangan orang yang paling dia cintai, Ara. Dua tahun yang lalu, gadis ini juga begitu benci akan takdir. Dia merasa Tuhan tidak adil pada dirinya, hingga akhirnya dia pun mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Berharap dengan begitu dia terbebas dari takdir yang tidak pernah berpihak padanya. Namun, itu dua tahun yang lalu. Kini, Kyna sudah bisa berdamai dengan takdir. Kyna tersenyum, dan kembali meletakkan foto itu diatas meja kecil disudut kamarnya.
***

Akhirnya, aku semakin dekat dengan gadis itu. Aku akan bayar semua hutangku kepadanya.
Di sebuah kamar yang tidak begitu luas, Reyga duduk di salah satu pojok kamarnya. Di tangannya terdapat selembar foto gadis cantik dan secarik surat. Senyum mengembang di wajah Reyga, dia pun mengecup foto gadis itu. Senyum gadis itu begitu tulus, seakan-akan ketulusannya dia pergunakan untuk menutupi kesedihan hatinya yang begitu dalam. Kesedihan karena sebuah luka pengkhianatan cinta dan persahabatan.
Reyga kembali membaca secarik surat itu, dia pun teringat akan tujuan awal dia berada di Jakarta. Dia ingat, bagaimana dia bisa seperti sekarang? Dapat melihat keindahan hidup dan keindahan dunia. Janji dia kepada seseorang, yang membuatnya terbelenggu dari cinta yang lain.
Jika dilihat secara seksama, tulisan surat itu begitu singkat. Hanya beberapa baris saja, namun isi surat itu sendiri tidaklah sesingkat kalimat yang tertulis.

untuk : Reyga
Jika ini dikatakan sebuah pamrih, maka biarlah jadi pamrih ku kepadamu. Aku ingin, jangan pernah engkau biarkan orang-orang yang aku cintai menangis bersedih. Karena aku tidak ingin melihatnya. Berjanjilah setelah kau baca sebuah pamrihku ini. Bersama ini, aku serahkan orang-orang yang kucintai kepadamu. Cintailah mereka seperti aku mencintai mereka. Terima kasih.
aRa

Secarik surat dan dua lembar foto yang begitu membelenggu Reyga selama ini, tepatnya setelah hari dimana dia keluar dari ruang operasi.
***

Tin tin tin
Dari balik kemudi, Reyga beberapa kali membunyikan klakson mobilnya. Dia sedang menunggu Kyna yang masih di dalam rumah. Hari ini mereka berdua akan pergi bersama, bagi Reyga ini adalah sebuah kesempatan emas agar dirinya dapat mengenal lebih dekat lagi Kyna. Kalau saja Reyga jujur terhadap hati kecilnya, sebenarnya dia sudah mencintai Kyna sejak hari pertama dia bertemu dan berkenalan dengan gadis itu, mungkin itu akan lebih baik untuk dirinya dan untuk Kyna. Namun, Reyga tidak pernah menyadari hal itu. Dia selalu bersembunyi dibalik sebuah janjinya kepada seseorang yang mencintai Kyna.
Tanpa Reyga sadari, Kyna sudah duduk tepat di sampingnya. Entah sejak kapan gadis itu ada dalam mobil Reyga. Dan entah sejak kapan gadis itu melihat Reyga duduk melamun.
“Rey,,,”, Kyna menepuk bahu Reyga berusaha membuyarkan lamunan Reyga.
Reyga pun sesaat pecah dari lamunannya dan tergagap mendapati gadis yang sedang dia pikirkan ada di hadapannya, “eh,,, Kyn,,, udah lama?”,tanya Reyga berusaha bersikap normal agar tidak terlihat begitu terkejut.
Melihat sikap Reyga yang salah tingkah karena kepergok sedang melamun, Kyna pun menjawab pertanyaan Reyga dengan penuh senyum geli, “Gak koq,,, Cuma udah dari 10 menit yang lalu. Lagi mikirin apa sih Rey? Sampai serius banget”. Senyum itu membuat Kyna terlihat jauh lebih manis, hingga mendatangkan rasa berdesir dalam diri Reyga.
“Gak mikirin apa-apa koq. Cuma lagi mikir, kapan yah Jakarta gak macet ma gak banjir,,,”, celetuk Reyga berusaha membuat suasana menjadi cair lagi. Suaranya sedikit bergetar.
“Lagak kamu, udah kayak pejabat tinggi! Udah mending berangkat sekarang. Biar para pejabat kita aja yang mikirin supaya Jakarta gak banjir dan gak macet. Ngapain juga kita pusing-pusing mikirin itu! Kalo kita ikut mikirin, tugas pejabat kita sebagai pembantu negara kita apa donk? Sayang kan kalo mereka cuma dianggurin, padahal gajinya gede banget.” Kyna kembali menimpali celetukkan Reyga dengan santai.
“Oke lah kalo begitu,,, siap berangkat tuan putri?”
“Siap, pangeranku”
Mereka berdua pun tertawa bersama, mendengar jawaban masing-masing yang memanggil dengan panggilan Tuan putri dan Pangeran. Dan entah kenapa, sesaat itu ada rasa aneh yang berdesir di dalam hati mereka masing-masing.
***

Dalam perjalanan pulang, Reyga pun berusaha bertanya beberapa hal dari Kyna yang sedang duduk memandangi Reyga.
“Kenapa Kyn? Koq ngliatin aku nya gitu banget. Awas lho, tar naksir!”, Reyga menggoda Kyna.
“Naksir? Ya gak mungkinlah!”, Sanggah Kyna seraya mencubit lengan kiri Reyga.
“Aw,,, Aw,,, Aw,,, sakit Kyn!”, Reyga berusaha menghindar cubitan Kyna yang lain. Saat Kyna berhenti melancarkan serangan cubitan pada Reyga, dia pun kembali bertanya pada gadis di sampingnya itu, “Kyn, boleh tanya sesuatu gak? Tapi itu pun kalo kamu gak keberatan, kalo keberatan gak perlu dijawab juga gak apa-apa”.
“Tanya apa sih? Koq kayaknya serius banget. Owh,,, aku tau, pasti kamu mau nembak aku yah? atau mau ngelamar aku?”, Canda Kyna pada Reyga.
“Aku mau tanya, arti tato di tanganmu itu? yang tulisannya ‘aRa’ ,,,
Tawanya sesaat terhenti, menjelma menjadi sebuah kemuraman. “Owh ini,,, Ini cuma nama salah satu sahabat aku koq! Tapi dia sekarang udah pergi”. Kyna berusaha menjelaskan setenang mungkin, menutupi kesedihan hatinya. Dia pun mengusap tato itu. Rasa sakit menjelma begitu nyata, saat dia mengatakan Ara hanya sebagai sahabatnya. Hati kecilnya menolak. Ara lebih dari sahabat bagi Kyna, Ara adalah segalanya. Ara laksana ombak, dan Kyna sendiri laksana pantai yang setia menunggu ombak datang. Ara adalah hidup Kyna, karena Ara dia mempercayai arti sebuah kesejatian cinta. Kyna mampu bertahan lama menanti Ara dalam kesunyian, karena Kyna yakin Ara akan kembali. Bagi Kyna, Ara adalah polarish, sebuah bintang yang dapat menuntun Kyna saat tersesat. Karena Ara, Kyna mampu berdamai dengan takdir.
Hati Reyga begitu sakit melihat kesedihan Kyna, namun dia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam keraguan, Reyga melanjutkan pertanyaannya terhadap gadis itu. Reyga ingin mengetahui sendiri sedalam apa perasaan gadis itu terhadap Ara, “Pergi? Pergi kemana?”. Sebenarnya hati kecil Reyga menolak untuk melanjutkan pertannyaan ini, tetapi entah kenapa ego pada diri Reyga begitu besar. Sampai dia terpaksa mengabaikan perasaan Kyna.
Kyna menarik nafas begitu dalam, berusaha mengisi rongga dadanya yang begitu sesak dengan oksigen, “Entahlah,,, aku gak tau!”, Jawab Kyna penuh keputusasaan seraya mengangkat bahunya.
Ternyata dia tidak mengetahui bahwa orang yang sangat dia cintai sudah pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Tapi kenapa? kenapa Kyna bisa tidak mengetahui hal ini? Kasihan Kyna, pasti dia begitu sedih. Mengetahui kenyataan yang menyakitkan ini, Reyga tidak tahan lagi ingin memberi tahu gadis di sampingnya. Namun Reyga pun lebih tidak tahan lagi jika harus melihat gadis itu terluka lebih dalam lagi. Hati Reyga berkecamuk, dia bingung apa yang harus dia lakukan? jujurkah? atau berbohong lebih lama lagi?
Melihat Reyga kembali melamun, Kyna pun berinisiatif untuk mencubit lengan Reyga lagi. Dan usaha Kyna berhasil. Reyga untuk kesekian kalinya tersadar dari lamunannya karena Kyna.
“Aw,,,”, Reyga mengusap lengannya yang dicubit Kyna.
“Makanya jangan ngelamun terus”. Dengus Kyna seraya mencibirkan bibirnya pada Reyga. “Kamu tuh kenapa sih Rey? hari ini aku perhatiin kayaknya ngelamun terus. Ada masalah apa? cerita donk ke aku. Siapa tau aku bisa bantu”, tanya Kyna.
“Gak ada apa-apa koq. Aku Cuma mendadak gak enak badan”. Jawab Reyga, menutupi kebimbangan hatinya. “Oh ya Kyn, makasih ya untuk hari ini! kamu udah mau ngeluangin waktu kamu buat aku. Sekarang kamu masuk ke rumah! pasti capek kan”. Reyga bersyukur, akhirnya mereka sampai di depan rumah Kyna. Sebenarnya Reyga berat berpisah dengan Kyna. Namun jika dia terlalu lama bersama Kyna, dia takut tidak dapat menjaga perasaannya yang berkecamuk hingga akhirnya dapat melukai Kyna.
“Sama-sama. Kamu juga langsung pulang yah! terus istirahat, biar gak tambah parah sakitnya”. Kyna pun turun, dan dia tidak lepas memandangi mobil Reyga hingga tidak terlihat lagi. Kyna masih bingung melihat sikap Reyga yang tidak seperti biasanya. Kyna merasa, ada sesuatu yang Reyga sembunyikan dari dirinya.
***

Di kamar yang penuh dengan nuansa merah, Kyna duduk di depan komputernya. Sudah dari setengan jam lalu dia memandangi komputernya. Namun pandangan Kyna tampak kosong, pikirannya dia biarkan melayang bersama kesunyian. Raut wajah gadis itu penuh kegalauan. Sejak dua hari lalu, Kyna selalu dihinggapi perasaan yang aneh saat teringat akan Reyga. Entah mengapa Kyna selalu merindukan tatapan mata Reyga yang hangat. Tatapan yang terkadang terlihat penuh penyesalan. Tatapan yang sama persis dengan tatapan orang yang sangat Kyna cintai, Ara.
Kyna terkadang merasa Reyga dan Ara memiliki kemiripan dalam menatap Kyna. Hingga Kyna berpikir seandainya Reyga adalah Ara. Kyna sadar, pikiran seperti itu tidak seharusnya terlintas dalam benak Kyna. Hal ini karena dapat menyakiti Reyga, jika dia tahu selama ini Kyna menganggapnya Ara. Reyga memang memiliki tatapan mata yang begitu mirip dengan Ara, tapi Reyga bukanlah Ara!! Reyga jauh lebih terbuka dibanding Ara. Begitulah batin Kyna selalu bergumam mencoba menyadarkan dirinya mengenai kebingungan karena kemiripan antara Reyga dan Ara.
Sudah dua hari, kenapa Reyga gak ada kabar ya? Apa mungkin sakitnya parah? Apa perlu aku ke rumah Reyga untuk memastikan keadaan anak itu? Sepertinya aku memang harus melihat keadaan Reyga.
Setelah berpikir cukup lama, Kyna pun memutuskan untuk melihat keadaan Reyga. Dia bergegas meninggalkan kamarnya, dan menuju rumah Reyga.

Tok Tok Tok
Ketika pintu selesai diketuk, terdengar jawaban dari dalam rumah yang memiliki bangunan arsitektur Belanda itu. Rumah itu tidaklah mewah, namun begitu bangunannya terlihat sangat mengagumkan. Meskipun bangunan kuno, suasana rumah Reyga pun begitu hangat.
“Iya,,, tunggu sebentar”, dari dalam rumah keluar seorang perempuan paruh baya yang memakai kebaya dengan logat bicara yang begitu kental akan aksen jawa. “Maaf, cari siapa ya mba?”, perempuan itu bertanya pada tamunya, Kyna.
“Bu, apa benar ini rumah Reyga?”, Tanya Kyna pada perempuan itu, berusaha memastikan bahwa tempatnya berdiri saat ini adalah rumah Reyga.
“Iya betul. Tapi den Reyga sedang tidak ada di rumah. Den Reyga sedang ke Rumah Sakit, untuk check-up. Mungkin sebentar lagi pulang”, perempuan itu berusaha menjelaskan pada Kyna.
Mendengar penjelasan dari perempuan paruh baya itu, Kyna justru bertanya bingung, “Check-up? Memang Reyga sakit apa?”.
Belum sempat perempuan paruh baya itu menjelaskan lebih panjang lebar, tiba-tiba dari belakang Reyga sudah berdiri.
“Kyna”, sapa Reyga
Mendengar namanya dipanggil oleh seseorang yang dia cari, dia pun berbalik untuk melihat sumber suara itu, “Rey”.
“Masuk yuk!”, Ajak Reyga yang berjalan disamping Kyna. “Duduk,,,”
Kyna pun duduk. Sesaat setelah Kyna duduk, perempuan paruh baya tadi keluar lagi menemui Kyna yang sedang bersama Reyga. Kali ini perempuan paruh baya itu membawa minuman untuk Kyna dan majikannya, Reyga.
“Kamu tuh sebenarnya sakit apa sih Rey?”, Kyna membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan yang tadi dia tanyakan juga pada pembantu Reyga.
“Aku gak apa-apa”, elak Reyga, “Oh iya,,, kamu kesini pasti karena kangen ke aku kan? Hayo ngaku,,,”, ledek Reyga pada Kyna untuk mengalihkan pembicaraan.
Mendengar gurauan Reyga, Kyna merasa terpojok, “Apa sih? Aku cuma khawatir dengan keadaan kamu. Kamu gak biasanya ngilang tanpa kabar”.
Reyga merasa begitu bahagia, dia tidak menyangka Kyna peduli akan dirinya, “makasih ya Kyn,,,”. Di tengah kebahagiaan yang Reyga rasakan, terselip sebuah pertanyaan yang mengusik kebahagiaan dirinya, akankah Kyna tetap peduli terhadapku? saat dia mengetahui kenyataan yang sesungguhnya.
“Ya udah, kalo gitu aku pulang dulu yah,! aku kan udah tau keadaan kamu baik-baik aja,,,”, Melihat keadaan Reyga baik-baik saja, Kyna pun memutuskan untuk pamit pulang. Kyna merasa lega saat dapat melihat wajah dan senyum Reyga. Kegalauan dan sesak hati yang tadi sempat Kyna rasakan, menguap sudah.
Senyum Reyga hilang, berganti raut kekecewaan, saat mendengar Kyna hendak pulang. Reyga selalu merasa berat untuk berpisah dengan Kyna. Ada ketakutan yang begitu kuat dalam diri Reyga, bahwa dia tidak akan dapat bertemu Kyna lagi setelah Kyna pergi dari hadapannya. Sebenarnya ketakutan yang Reyga rasakan sangat wajar, karena sebelumnya dia pernah kehilangan Kyna.
“Aku anter yah?”, senyum Reyga mengembang, berusaha menutupi kekecewaan hatinya.
Dalam hati, sebenarnya Kyna sangat senang mendengar tawaran Reyga. Namun Kyna merasa ragu melihat Reyga yang baru sehat, Kyna takut Reyga bisa sakit lagi jika mengantarnya pulang. “G usah lah Rey,!! Aku kesini kan sendiri, jadi pulang juga sendiri donk. Kalo kamu anter aku, nanti bisa-bisa kamu jatuh sakit lagi. Kamu istirahat aja!”. Senyum Kyna mengembang.
“Ya udah, kamu hati-hati yah Kyn! Kabarin aku kalo udah nyampe rumah”, Reyga mengalah, dan membiarkan Kyna pulang sendiri.
***

Sesaat setelah kepergian Kyna, Reyga teringat pada ibunya. Dia merasa, sudah saatnya untuk memberitahukan hal ini pada ibunya. Reyga pun memutuskan untuk menghubungi wanita yang sudah  merawatnya selama ini. “Halo, ibu,,, Bu, Reyga berhasil!Rey udah ketemuin dia bu,,,”, Nada kebahagiaan terlontar dari mulut Reyga tanpa bisa dia kendalikan. Hatinya memang begitu bahagia karena dapat bertemu dengan Kyna.
“Alhamdulillah,,Ibu ikut seneng dengernya!!”, dari seberang sana terdengar raut kebahagiaan yang tidak kalah besarnya dengan kebahagiaan yang Reyga rasakan. “Kamu harus lakukan apa yang sempat tidak bisa kamu lakukan dulu! Hanya itu pesan ibu”, Wanita itu kemudian menutup teleponnya.
***